10 Puisi Perang Rusia Bagian Ke Dua
Beriku ini adalah sepuluh puisi perang rusia bagian ke dua , di mana puisi ini masih berkaitan dengan
10 puisi perang rusia bagian pertama , isi puisi hampir sama yaitu mengambil topil tentang kondisi perang, tapi di bagian kedua ini ada perbedaan yaitu jika di bagian puisi pertama menyangkut semangat , adapun puisi bagian kedua menyangkut sosial. berikut puisinya selamat membaca.
Seorang bapa Rusia kepada bapa-bapa Jerman
Sekarang kita berdiri di lapang terbuka
Engkau tidak usah balik ke brlakang atau menangis
Puteraku pemuda komunis, anakmu seorang fasis
kesayanganku seorang laki-laki tulen, anakmu algojo
dalam segala pertempuran, ditengah api berkobar tak putus
dalam sedu-sedan seluruh manusia
pemuda berteriak, seribu kali jatuh, seratus kali bangun
memanggil anakmu bertnggung jawab atas kejahatannya.
By:
PAWEL ANTOKOLSKY
Wasilli tierkin
Di tengah tanah air Rusia,
Berjuang melawan angin, dengan dada busung
Melalui padang salju, begitulah maju Wassili
Tierkin. Ia pergi mengalahkan orang Jerman.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . .
Dalam gemuruh meriam
Seperti keluar dari gerbang neraka
Menuju ke timur, keluaar dari kabut dan bau busuk
Malalui jalan raya, seluruh bangsa menarik diri
Ke timur, menembus kabut dan asap
Keluar dari penjara gelap gulita
Kembali Eropa ke rumah masing-masing
Sedang kapuk kasur beterbangan di atasnya
Dan kepada serdadu rusia melihat
Kawan seperjuangan Perancis, Inggris,
Polan dan banyak orang lagi, dengan rasa persahabatan
Bercampur minta maaf dan terima kasih.
Itulah dia yang memerdekakan kita
Ia memakai pici miring, bergambarkan binatang
“ Betul saya, katanya . . .,” mengapa tidak, saya selalu ada,
Kalau perlu bantuan
Saya tidak banyak kehendak. . . .
Itu kewajiban kami, tak lebih tak kurang. . . .
Dan tidak kami sesali bendera-bendera lain.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . .saya tidak lebih baik atau lebih jahat dari orang lain
Akan mati dalam peperangan ini
Tapi, apabila perang habis nanti, hai
Berilah saya tempoh sehari
Berilah kepada saya, hari penghabisan itu
Bersuka cita-ria dalam keramaian damai seluruh dunia
Mendengr salvo kemenangan
Yang akan menderam dia tas moskau
Berilah saya kesempatan agak sedikit
Untuk berjalan-jalan antara mereka yang hidup
Biarlah saya mengetuk
Jendela rumah didaerah kelahiran
Dan kalau orang keluar
Oh malaikat maut, izinkan saya
Berkata sepatah lagi
Ya, sepatah saja
. . .tidak. tidak akan saya izinkan”
Tierkin gemetar, ai, yang telah kaku
Diliputi oleh kain kafan salju.
Saya masih hidup, serdadu hidup
By:
ALEXANDER TWARDOWSKY
Nukilan dari: Lagu hati yang tersinggung
Bagi kita abad sengsara
Hari lahir dicab besi panas
Dalam ayunan, manusia telah biasa
Menerima nasib jadi serdadu
Angin panas hawa perang
Melalui masa rampas merempas
Tuan berjalan. Kami enggan
Kembali menjadi liar
Dengan impian ketenangan,
Persaudaraan dan damai.
Itu warisan kita. Kita ikut
Janji dengan waja;
Pagi menyingsing asap bergumpal
Siding mati akan menuju hidup
Dan hidup takkan mati,
Tak terkalahkan
By: ALEXEJ SURKOW
Permohonan sebuah boneka
Berjalan berat bagi anak-anak.
Jalan jauh mendatangkan lelah.
Tapi aku akan ikut, karena
Enkgau pergi bersama-sama
Karena saya hanya barang.
Anak kecil minta makan dan minum
Tapi saya tidak pernah minta apa-apa,
Karena saya boneka, karena saya barang.
Kapal terbang negeri asing
Menukil kebawah membunuh anak,
Bagi saya ia tak berbahaya,
Karena saya barang.
By: ALKADY KULJESJKOW
Lima pelor
Pada musuh kulepas pelor pertama;
Pelor, kecap darahnya,
Agar dnjeprku saying dan bumi, inangku,
Berbalas dendamnya setapak demi setapak
Pelorku kedua,- dari bunda asalnya
Pembalas siksa ia derita
Kembali aku nanti, ibu tak ada lagi
Rombongan bedebah telah pukul ia mati
Lagi sebuah pelor- dari kakakku perempuan
Pembalas kekejaman berlaku atasnya
Mereka seret kakakku ke pinggir sungai dnjepr
Mereka perkosa dengan kejamnya
Pembalas temanku, pelor keempat kulepas
Ia berjuang di sampingku di selatan.
O, tangan, tetalah engkau ! M’layanglah pelorku
Balaskan bagiku ajalnya dini saat.
Pelor terakhir penembak mati seorang
Tepat bersarang dijantung sang fasis,
Pembalaskan tanah airyang ku punya dan jaga
Junjungan hari selama hidupku
Lima pelor kulepas, lalu cepat
Gagang pelor kembali kuisi
Pembuktian pada musuh dimedan perang
Betapa kekal setia-Rusiaku.
By: ANATOLI SOFTRONOW
Dendamnya kepada Tsar
Kala dipaksa ke Siberia jalan kaki,
Akupun kerja paksa dengan rantai dikaki,
Tapi sama-sama dengan kaum pemabuk ini,
Aku mau banting tulang . . . untuk Tsar
Andai bagi teman hidup kupilih istri,
Akan kau pilih sseorang wanita Tartar,
agar dari turunanku nanti terlahir
seorang algojo . . . untuk Tsar
bila aku nati jadi petani,
bibit kusemani: bibit rambut putih
hingga bila sampai ajalku nanti,
sedia bahan tali . . . untuk Tsar.
Serat putih yang abu-abu
Akan tegas m’luncuri tanganku.
Dari padanya jerat di jalin putraku
Untuk Tsar . . . untuk Tsar
By: ADAM MIKIEWICZ
Doa
Tuhan, lepas lonceng mas berkleneng puas
Di dalam hati kami, lepas polandia membuka
Hamparan didepan kaki kami yang lesu,
Seperti haririntar meretas udara.
Mari kita cuci kediaman bapa kita
Dari kesalahan , sedih dan dosa kita,
Kala mengemasi batu-batu yang pecah.
Biar miskin asal bersih itu rumah
Yang berdiri di pandan pekuburan.
Dan pabila bangkit kembali negeri
Kita yang seakan bagai mayat terhantar.
Biar ia diperintah kaum yang jujur.
Oleh buruh. Biar rakyat dengan megah
Berdiri di tengah fajar kemerdekaan
Yang baru bersih: limpahkan ke tangannya
Hasil panan dari tetesan jerihnya.
Jangan biar uang berlipat ganda
Bagi mereka yang tidak mau berbagi,
Lempar si berkwasa dari tempat tingginya
Dan lepas si dina menerima warisan.
Beri kami kembali roti Polandia kami
Dan nikmat rasa anggur polandia;
Apabila kami mati, kuburkan kami
Dalam peti dan pada kayu Polandia.
Dengan sedih dan duka mengabur pandangan,
Kamupun berlutut, di bumi berdo’a,
Agar mereka yang tinggal dan bertahan,
Memaafkan mereka yang melarikan diri.
By: JULJAN TUWIM
Segala
Di manpun kami jumpa,
Terpancar sekitar dunia,
Di Lissabon atau di London,
Pasang tetap menghancurkan dan
Punah harap ‘kan balik seg’ra.
Apa yang kita perjuangkan?
Hasrat kita apa gerangan?
Merebut hak kita kembali?
Tidak, bukan harta ‘tau nama,
Pun bukan peristiwa fana
Diniat, tapi ujut yang suci.
Tujuan bukan hendak kuasa,
Tapi – sekedar nanti dimasa
Depan dapat lagi duduk sama
Bukan untuk memaksa orang
Cakap ‘rang kampong, dengung latar,
Dan ringkik kuda dipasang senja.
Bukan untuk memaksa orang
Mengikut kita, tapi pulang
Dan hidup ditengah k’luarga,
Makan roti milik sendiri,
Jalan lurus, tak kenal ngeri,
Menyalami gemintang malamnya.
Untuk lintas jendela menjenguk
Kedahan-dahan kayu berperak
Rintik hujan, menjulang basah;
Jala-jalan dan jumpa dengan
Teman di kakilima – bersalaman
Tak seberapa – tapi segala.
By: ANTONI SLONIMSKI
Kuimpikan hari-hari bersimbah darah
Kuimpikan hari-hari bersimbah darah
Yang bakal pukul dunia hancur-luluh
Dan diatas puingan dunia lama
Membangunkan lagi dunia baru.
Akh, berbunyi, berbunyi juga hendaknya
Sipongang nafiri untuk perempuan.
Tanda menyerbu, tanda menyerbu,
Tak ayal lagi lekas diberikan.
Aku melompat dengan bagia di kalbu
Ke atas pelana di punggung kudaku
Lalu menyerbu di medan pertempuran
Dengan gairah yang t’lah sifat jiwaku
Dan jika jiwaku dadaku direcai tusukan
Akan ada seorang yang bakal balutnya
‘kan ada yang bawakan penawar siuman
Hingga lukaku jadi sembuh olehnya.
Andai aku ditawan, ‘kan ada seorang
Yang cari daku sampai dalam penjara
Dan dengan, ya, bintang timur matanya
Mengenyahkan di sana segala gelita.
Dan andai aku mati di tiang gantungan
Atau maut menyambar ditengah medan
Akan aada seorang yang dengan tangisnya
Mencuci mayatku bersimbah darah
By: SANDOR PETOPI