10 Puisi Kangen Dan Rindu

 10 puisi kangen dan rindu ini membahas tentang kerinduan seseorang yang telah lama di tinggal dan yang tersisa hanyalah tinggal kenangan , seperti yang di bahas dalam puisi bertema 10 puisi kenangan

Pablo Picasso
Para senjata dari kantuk waktu malam mengorek
Lekuk-lekuk ajaib yang pisah kepala kita.
Dibandingkan dengan intan, setiap bintang, ya: palsu
Di bawah langit yang meledak, bumi tidaklah nyata.

Wajah dari hati telah penyap warnanya
Dan mentari cari kita dan salju adalah buta
Jika kita biar saja cakrawalapun bersayap
Dan pandangan kita dari jauh mengbral kesesatan.
By: PAUL ELUARD

Dalam tawanan
Mereka di sana limapuluhlima
Mereka tidak tidur
Mereka menunggu

Ada mereka yang menggu selalu
Ada yang mengengahkan kata
Ada yang lupa

Ada mereka yang masih bermimpi
Ada yang putus asa
Ada yang berpikir

Ada mereka yang tetap percaya
Ada yang tidak mendengar lagi
Ada yang menangis

Ada mereka yang membisikkan suatu nama
Ada yang akhirnya menarik nafas
Ada yang berdusta

Ada mereka yang tak putus menderita
Ada yang menjerit pelahan
Ada yang bernyanyi

Ada mereka yang lapar dan dahaga
Ada yang pelahan melangkah
Ada yang makan

Ada mereka yang meraung sekuat suara
Ada yang menundukkan kepala
Ada yang hidup

Manusia menderita
Manusia menderita
Alangkah panjang malammu!
By: PHILIPPE SOUPAULY

Api dan abu
Api lincah,abu lamban. Api menguju-nguju, abu tenang. Apa seperti monyet,
Abu seperti kucing. Api yunani, abu Sabina. Api yang memanjat dari dahan
Kedahan, abu yang turun dan menumpuk. Api yang bangkit, abu yang susun
Tindih. Api bersinar,abu bundar.api berdesisan, abu diam. Api panas, abu
Dingin. Api merambat, abu memelihara. Api merah,abu kelabu. Api bersalah,
Abu korban. Api mengalahkan, abu dikalahkan. Api ditakuti, abu dibelasi.
Api kukuh, abu mudah berantakan. Api tak mau kalah, abu mudah saja disapu
Hilang.api suka main-main, abu sungguh. Api suka merandang, abu takut-
Takutan. Api merusak, abu membangun. Api merah, abu kelabu, selalu sedia
Salah satu panji-panj alam disukai.
By: FRANCIS PONGE

Tangis sama saja
Langit yang kelabu dihuni malaikat dari tanah
Kelabu yang mengungkai sedih tertahan
Ia mengisahkan hari mayence bersimbah tangis
Sungai rhein gelap dimana meratap mamban-rihnya

Kadang kami jumpa di suatu jalanan sempit
Seorang serdadu kena tikam terhantar dalam debu
Kadang kedamaian yang tidaklah sepadan
Dengan bukit-bukit mungil tempat anggur menyalur

Aku telah minum pasti-sari dari sherri
Telah ku teguk sumpah yang silang-siur dinafaskan
Para ereja dan istana seindah mambang dan peri
Bagiku yang dekat dewasa ini masih tuli pancaind’ rannya

Apalah kutahu tentang perang ataupun kalah
Cinta pada perancis adalah cinta terlarang
Bila swara yang kita dengar adalah swara nabi palsu
Apa dapat ia bangkitkan harapan yang lama tenggelam
Aku terkenang lagu-lagu jeritan sedih
Aku teringat tanda-tanda pada dinding:\
Dicoretkan malamnya untuk Nampak kala pagi
Tak sanggup ku tafsirkan makna coret-mencoretnya

Siapa sanggup menunjukkan suatu awal pada kenangan
Mengatakan betapa jadinya benda kini dihari nanti
Dimana yang lama atau pantun bersambung dan putus
Bila sengsara tak lebih: secarik kertas menguning

Bagai mata kanak-kanak terbangun diranjangnya
Mata mereka yang alah mengusik damai kita
Pasukan baru mengawal dengan langkah besinya
Menggigilkan senyap di sepanjang sungai.
By: LOUIS ARAGON

Sanjak
Jangan biar apapun
M’ rusukmu atau menggeri;
Segala benda berlalu.
Hanya Tuhan abadi;
Jadikan sabar pedoman
Dalam hal apa saja;
Siapa punya Tuhan
Tak’kan bakal sengsara:
Tuhan semata, padalah.
By: SANTA TERESA

Soneta
Dan kini, lebih dari pernah dahulu,menimpa kutuk
Di zaman kita; dan segala corak dari kejadian
Merosot terus dari buruk ke lebih buruk.

Dan setiap kita merasa tikam peperangan,
Perang terus menerus,ancaman dan gertak
Dan setiap kita jemu,pada akhirnya bosan

Melihat darah sendiri merah membasah tombak
Kerna tujuanya tak sampai dan hidup terpelihara.
Ribuan insane punah hartanya, hidup berserak-serak.

Dan segala-galanya kikis, bahkan juga nama
Rumah dan rumah tangga, istri dan kenangan.
Dan teraanglah kepadaku manfaat ini? Sedengung nama?

Trimakasih suatu bangsa? Tempat terhormat dalam sejarah?
Nanti mereka menulis buku; kita tunggu dan lihatlah.
By: GARCILASO DE LA VEGA

Di saat meninggalkan penjara
Di sini dusta dan cemburu
Mengunci daku dalam penjara.
Berbagilah girang sederhana
Sang budiman, yang lekas tahu
Berpaling dari repot dunia!

Di tengah serba miskin dalam gubuk
Di ladangnya yang aman sentausa,
Sebatangkara ia hidup;
Hanya Tuhan yang menghibur;
Mendengki dan didengki asing baginya.
By: FRAY LUIS PONCE DE LEON

Musim semi hanya sebantar
Musim semitidak kekal, gadisku,
Musim semi tidak kekal
Jangan kau biar diri di semu waktu
Jangan oleh usia muda kau ditipu:
Waktu dan remaja menunggu karangan
Dari para kembang yang mudah layu.

Musim semi tidak kekal, gadisku.
Musim semi tidak kekal.
Mudah saja melayang usia kita
Dan dengan nafsu rampok di sayapnya,
Datang kembali mengusik kita makan,
Setan-setan jorok dan jahat.

Musim semi tidak kekal, gadisku.
Musim semi tidak kekal.
Jika sangkamu: lonceng kehidupan
Menglenengkan pagi hari bagimu,
Maka lonceng malam yang klenegan
Mengakhiri segala sukamu.

Musim semi tidak kekal, gadisku.
Musim semi tidak kekal
Bersukalah selagi kau dapat bersuka,
Bercintalah selagi orang cinta padamu
Sebelum usia lanjut cepat
Memeraki rambutmu kencana.
By: LUIS DE GONGORA Y ARGOTE

Di tengah badai
Hopla! Semoga ombak melambungkan daku,
Hopla! semoga laut memukul daku;
Hopla! dapun tak peduli, semaunya
Diri ku biar didukung, tanpa Tanya,
Biar kikis dari angkasa,
Di mana takkan cukup tinggi tegakku.
Hopla! Semoga ombak melambungkan daku,
Hopla! Semoga laut memukul daku;
By: LOPE FELIX DE VEGA CARPIO

Kepada Spanyol
Percuma kini megah menata di tembok batu
Dan kekayaan sumber sumbermu.
Tunjukkan daku sisa pusaka pahlawan perkasa,
Yang mewangi namamu dengan waninya.

Pernah kau dulu bertahta, tinggi laksana pohon
Yang megah di puncak gunung Libanon.
Suaramu: halilintar, bergegar menyambar hati pengecut
Dengan geger dan gentar takut.

Kau kini terlantar; nasibmu sedih: padang tandus,
Di mana sunyi berbungkus mampus
Dan kembang harapan bangsa, hidup merana,
Sengsara di jalan rantau dunia.

Kebesaran lama tenggelam sudah, bertutup debu
Di bawah rumput dan akar kayu;
Dan kala budak belian melihat nasibmu, tertawa
Ia, lupa engkau dulu tuanya.
By: JOSE DE ESPONCERA
Advertisement