Tampilkan postingan dengan label Puisi Cinta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi Cinta. Tampilkan semua postingan
Puisi Selamat Pagi Cium Aku Dong Ah...

Puisi Selamat Pagi Cium Aku Dong Ah...

Puisi selamat pagi ini sedikit nakal tapi gokil juga romantis . Buat yang lagi kasmaran , puisi seperti ini biasanya di butuhkan untuk mencairkan suasana sekligus menghilangkan kejenuhan . yuk di baca .

Ciuman aku di pagi ini ketika matahari bersinar menyapa dunia
Katakan bahwa kau mencintaiku
Ayo tolong  katakan padaku sekali lagi
Letakan ciuman di dahiku, hidungku dan daguku
Cium aku dong ah....

Aku merasakan panasmu yang muncul sebagai sinar matahari yang menghangatkan ruangan ini
Dengan mata tertutup rapat aku merasa tanganmu mengusir semua kegelapan
Aku meringkuk di sisi dengan lutut tertarik di dadaku
Membayangkan semua hal yang ku tahu , bahwa kau melakukan yang terbaik .

Silakan menciumku di pagi ini ; biarkan bibir mu membangkitkan tambang
Kita akan tinggal di sini sepanjang hari dan hanya meninggalkan dunia ini di belakang
Aku akan melakukan semua hal-hal kecil yang kamu lihat dalam mimpimu
Luangkan waktu ku, aku akan bawa lambat dan kemudian ke ekstrim

Oh! Cium aku dong ah... di pagi hari saat aku lapar hanya untukmu
Bisikkan semua hal dan biarkan aku tahu apa yang ada di hatimu
Apa itu? Sebuah bayangan lewat matahari hari baru
Dengan mata terbuka , aku sendirian ... fantasi menyenangkan
Cium aku dong ah....
Read More
Puisi Selamat Pagi Romantis Untuk Kekasih

Puisi Selamat Pagi Romantis Untuk Kekasih

Puisi romantis selamat pagi untuk kekasih , pacar , suami, istri , baik yang di jauh dekat atau yang baru kenalan . mudah-mudahan puisi ini bisa memberi inspirasi bagaimana menjadi romantis di pagi ini , selamat membaca .

Saat bangun di sisimu
Melihatmu masih tertidur
Ku melihat matahari mulai terbit
Jelas , kau ada di sini denganku
Hatiku berkata , betapa indahnya dunia ini bersamamu .

Saat hembusan nafasmu di dadaku
Detak jantungmu menyatakan sesuatu
Ku pandangi rambutmu yang menyapu dadaku
Saat kau memindahkan kepala ke sisi lain .
Sekali lagi , betapa indahnya dunia ini bersamamu

Memandang bibirmu , seperti matamu menatapku
Aku dengan sepatah kata yang jatuh dari bibirmu
Kata yang sama , menyapaky dengan ciuman pagi
Rasa ciuman terindah darimu
Sekali lagi hatiku berkata , betapa indahnya dunia ini denganmu .

Mencintamu , jadi tujuan hidupku sekarang
Berfikir bagaimana supaya aku bisa lebih mencintaimu
Suatu kehormatan bisa memilikmu di sisiku
Jadi selamat pagi kasihku , pagi yang indah .
Aku kamu dan semua .

Read More
Puisi Ibu Singkat " Bahagiamu Hidupku "

Puisi Ibu Singkat " Bahagiamu Hidupku "

Berikut ini puisi ibu singkat padat dan berisi ,siapapun kalau lihat ibunya bisa senyum dan tertawa pasti bahagia , tapi sayangnya jarang sekali kita melihat ibu tersenyum , yang ada tanpak murung dan repot ngurusi pekerjaan rumah , nyapu , nyuci , masak dan lain sebagainya . apalagi kalau sudah keluar kasih sayang dan tanggung jawabnya , rasa kawatir pada keselamatan kita akan makin menjadi-jadi , dampaknya tiap hari kita di omeli terus .... nah puisi ini untuk menghibur diri agar tidak sakit hati saat melihat ibu sedang melampyaskan cintanya kepada kita dengan wujud kemarahanya . yuk di baca .

Kusyuk hening dalam tahajudmu
Tertengadah dan merunduk dalam keiklasan
Menghiasi malamu yang sepi merajuk
Tiada beban yang melingkar di pundakmu
Semua kau luruhkan untukku anakmu .

Ibu , walau di matamu
Selamanya aku adalah ranting kecil
Yang kau kawatirkan patah di tiup angin
Dan kau cemaskan aku rapuh dalam lemahku
Tapi sesungguhnya aku ingin merindang
Melindungimu dari sedih nestapa

Andai aku di panggilnya lebih dulu
Aku ingin selalu datang ke bumi di setiap malam
Bergayut di sayap malaikat pembawa rahmat
Yang menjinjing seribu salam indah dari surga untukmu
Ketika airmatamu menetes di atas sajadah

Aku ingin berlebihan di hadapanmu
Untuk menutupi kekuranganku
Walau harus aku paksakan
Tapi tak apalah
Asal ibu senang
Karena kesenanganmu adalah nyawaku
Bahagiamu adalah hidupku
Read More
Puisi Pengorbanan Ibu

Puisi Pengorbanan Ibu

 Puisi ibu yang membahas tentang pengorbanan seorang ibu , lengkap dengan uraian singkat tentang bagaimana ibu mengandut kita selama sembilan bulan , menyuapi,memandikan saat kita masih kecil , dan masih banyak lagi pengorbanan ibu kita yang tidak bisa kita uraikan satu persatu .

Sembilan bulan aku singgah di rahimmu
Sembilan bulan aku menanti hadirnya hidup baru
Do'amu adalah masa depanku
Air susumu adalah darah dagingku

Aku tak akan hadir tanpa dirimu
Aku tak akan hidup tanpa kasih sayangmu
Belai tanganmu melarutkan aku dalam mimpi
Dekap hangatmu buat aku belajar mandiri

Ibu...
Sungguh aku mengagumimu
Sungguh aku menyayangimu
Eengkau yang telah berikan hidupm untukku

Tak ada pangkat yang lebih besar , selain pangkatmu
Pangkat sebagai seorang ibu
Engkau yang selalu di hatiku
Engkau yang selalu di benakku

Ingin ku jadikan dirimu ratu dalam hidupku
Tak kan pernah ku biarkan hatimu pilu...
Ibu...
Pengorbanan mu sungguh berarti bagiku...
Read More
Puisi Cinta Untuk Ibu

Puisi Cinta Untuk Ibu

 Puisi ini singkat banget , ga sampek  1 menit bisa selesai di baca , tapi isinya mantab banget , selamat membaca
Puisi Untuk Ibu Tercinta
Oleh: Agus Suarsono

Ku ingin...
Menghirup udara yang kau hirup
Melangkah...
Di tempatmu melangkah
Berteduh
Di tempatmu berteduh
Dan terlelap di atas pangkuanmu

Ibu
Ku hanya ingin selalu bersamamu
Sepanjang waktuku
Read More
Puisi Merindukan Ibu

Puisi Merindukan Ibu

 Untuk yang lagi kangen sama ibunya , atau sedang memiliki ibu berusia senja , puisi merindukan ibu ini bisa di baca untuk menambah semangat dalam mendampingi ibu yang telah tua .

Ibu ...
Bolehkah aku merayumu
Bisakah aku memohon kepadamu ?
Aku ingin berbaring di pangkuanmu
Aku lelah ibu

Ibu...
Aku ingin mengadu kepadamu
Tentang hari-hari letihku
Tentang kerasnya duniaku
Yang tak seteduh kasihmu

Ibu...
Izinkan aku mencium tanganmu
Izinkan aku merapikan rambutmu yang telah putih
Izinkan aku menangis di pelukanmu
Ibu ... betapa aku merindukanmu

Ibu...
Dan ingin ku pertanyakan
Mengapa di luar sana tak ku temukan keihklasan
Seperti keikhlasanmu kepadaku
Read More
Puisi Ibu Yang Telah Tiada

Puisi Ibu Yang Telah Tiada

Masih seputar puisi pendek singkat padat akurat tentang ibu , mudah mudahan puisi ini bisa membukakan hati kita untuk selalu mendoakan orang tua kita yang telah tiada , bagaimanapun beliau adalah orang yang paling berjasa pada hidup kita . selamat membaca .

Puisi Ibu Yang Telah Tiada
Oleh : Orang Tak Di Kenal .
Ibu kini kau sudah tenang di sana
Tidur dalam lindunganya
Berada dalam ridhonya

Ibu...
Semoga kau selelu tersenyum indah
Melihat kami mendoakanmu di sini
Melihat kami tersenyum indah

Ibu ...
Ku tahu kau amat menyanyangi kami
Kau tak benar-benar meninggalkan kami
Kau selalu berada di samping kami
Memperhatikan kami
Menjaga kami
Read More
MAKAN MALAM 20 TAHUN YANG LALU

MAKAN MALAM 20 TAHUN YANG LALU

MAKAN MALAM 20 TAHUN YANG LALU
Daun - daun anggur
Keremangan malam
Serta bulan
Begitu mantap mereka
Menggelarkan jari – jari yang semampai
bermain – bermain dengan sendok dan garpu
terjatuhlah kenangan
pada keinginan
dan kenyataan.
Bersama angin
Dan lapar
Menderas tanda tanya.
Wai. Jari-jari yang semampei
Wai, mulut-mulut laper yang bernafsu
Tubuh yang kurus
Dan kerja paksa
Bermain-main dalam istirahat
Sejenak
Mati dan hidup
Bergerak menjadi satu.

NOSTALGIA DUA ORANG TUA
Tanah kami yang ramah dan santun, daun- daun asam serta batang – batang kenari
2 orang suami istri yang berjalan – jalan itu berbincang – bincang
-Bukankah memang begini akhirnya Albert;
Kau tua, dan saua pun
Aini mensirig- sirigkan kakinya
( serasa terdengar dalam abstaksi yang menjauh para pemain kuda kepang berteriak sekuat kuatnya: jreg jreg nong nog, jreg – jreg gung)
Kaihanilah aku karena kau baik, dan kasih baik
Seraya aku pun takkan berhenti berusaha
Untuk berhak mendapatkan kasihmu
2 orang suam istri yang berjalan – jalan itu berbincang- bincang
- Bukankah begini akhirnya Aini,
Nasib kkita tersangkut pada jaringan kawat baja
Albelt mengetuk – ngetuk tongkatnya
( seraya terdengar dalam abstraksi yang menjauh para kanak – kanak
Mempermainkan orang – orang tua:
Mur mek mur ma, mur mek mur ma )
- Masih juga kita berbincang – bincang tentang cinta
disamping filsafat yang menarik perhatian kita tahukah kau , kenapa?
Maka nyanyian pimping- pimping ilalang,
Maka nyanyian puing – puing bangunan:
Ada apa dengan republik kita, sayang
Aduh yang tentram biarlah tenteram
Saat memang tak baik dan terharu
Tetapi toh baiknya memang tak terharu sekarang
Sayang, sayang
Puputan pimpinan ilalang
Anak – anak saja
Anak – anak selalu
Yang bermain
Dengan angan – angan

Jam berdentang 12 kali
Albert mengeluh panjang :
- Telah larut malam.
Serta ditelannya suap terakhir makam malamnya

Jam berdentang 12 kali
- Telah larut malam
Tapi toh tak tak berlalu larut benar
Aneh
Tuhan
Apa saja yang terjadi di tanah air sekarang?

Read More
Top 10 Puisi Cinta Online

Top 10 Puisi Cinta Online

Top 10 Puisi Cinta Online - berikut ini adalah kumpulan 10 puisi tentang cinta yang meliputi perasaan rindu , pujian, kasih sayang, perpisahan, kesedihan asmara cita cita dan orang tua serta orang dan lingkungan sekitar kita , semua di sampaikan dengan ringkas lugas dan jelas , tak ada salahnya jika Puisi ini di katakan 10 puisi populer untuk kategory puisi cinta .

 10 puisi cinta ini di samping enak di baca juga sejuk di hati , lebih jauh lagi puisi ini bisa di jadikan sumber inspirasi bagi siapa saja yang ingin membangun hubungan asmara , mengungkapkan perasaan dengan puisi sudah tidak di ragukan lagi kemanjuranya , mudah mudahan 10 puisi cinta ini bermanfaat bagi pembaca puisikampuc.blogspot.com , selamat membaca .

gambar puisi cintaKekasih...!
Keberadaanmu di yakini setiap insan
Kasih sayangmu tidak ada bandingan
Cintamu ibarat syurga firdaus
Cintaku padamu abadi
Dan tidak akan hilang di telan jaman
Karena hidup matiku hanya untukmu

Kekasih...
Tetesan Air Mata Ini hanya untukmu
Berharap kembali masa dulu yang hancur
Semuanya karena kesalahaku
Maaafkan aku

Kekasihku...!
Hati dan jiwa ini kosong tanpamu di sisi
Pikiran dan perasaan ini gelap tanpa hidayahmu
Ingin ku raih ketenangan dan kebahagiaan bersamamu
Agar aku selalu dalam perlindunganmu

Kekasihku...!
Lindungilah aku dengan keridhaanmu
Dalam setiap langkaku
Gerak gerik hidupku
Detak jantung dan nafasku
Supaya aku jadi hambamu
.
Ku harap tulusnya hatiku
Di sertai Nur Iman Anugerahmu
Ku berharap rangkaian doaku
Senantiasa menyebut namamu
Dan di setiap putaran waktu
Aku senantiasa lakukan amanahmu
Sebagai bukti betapa besarnya cintaku padamu.

--- Puisi Cinta Untuk Teman -----
gambar puisi perpisahan
Teman Ku..
Ketika Bersama Berjuang
Suka Duka Tangis Tawa
Kita lalui Dengan Canda tawa
Membuat Hati ini Berat
Walau sulit aku sampaikan
Biarlah ini ku simpan dalam hati
Hingga akhir perjalanan

Temanku
Setalah menginjak remaja
Kita menjadi harapan bangsa
Generasi Hebat penuh wawasan
Kegembiraan tanpa di wajah
Teriakan Merdeak Di Suarakan

Namun...temanku
Waktu perpisahan Ada di depan
Seperti matahri terbit di pagi hari
Hati menjadi duka di balik bibir tertawa
Tidak dapat di elakan
Kecuali air mata kenangan
.
Temanku
Kenangan masa lalu masih ku simpan
Akan terus aku simpan di hatiku
Pertemuan pasti menjelang
Apabila tiba waktunya .

Puisi cinta untuk teman ini , cocok sekali untuk mengisi acara perpisahan lulusan sekolah atau kuliah, di mana waktu itu sudah pasti tergambar waktu senang dan susah , senang karena kita lulus susah karena kita akan berpisah dengan teman seperjuangan.

Perhatian : Karena di perikirakan 10 puisi ini akan menjadi terlalu panjang jika di sampaikan dalam satu halaman , maka halaman Top 10 puisi cinta ini akan di sambung ke halaman berikut, atas perhatianya kami ucapkan terimakasih, salam seindah puisi .
Read More
10 Puisi Renungan

10 Puisi Renungan

 10 Puisi Renungan - buat apa berperang jika akhirnya kita cinta damai menjaga lingkungan yang indah untuk di kenang toh hidup ini tanpa perang akhirnya mati juga , puisi renungan ini melengkapi daftar 10 puisi terbaik puisi kampus kali ini, perlu di ingat bahwa 10 puisi renungan ini hanya berisi tujuh puisi saja dan masih kurang tiga judul .
Potret sendiri
Aku sejak dulu seorang tualang,
Paling tak cakap antara pengarang,
Penyair spanyol yang paling dangkal,
Dan pandai sanjak sewenang wenang.
Tapi kendati ‘ku mungkin penyair paling subur,
Mungkin seluruh buah penaku: hanya dengung
Tak bermakna dan hampa,
Kembang tiada wangi, flacon kosong.
By: JOSE ZORILLA Y MORAL

Angan-angan
Apalah artinya suka, hidup, bahagia,
Bila asing harapan dan kemashuran,
Suatu jalan tak berujung, sunyi tak rata;
Jalan ziarahmu, demi lanjut, melesukan

Berilah daku lagu-akh, biar cuma satu;
Buaikan, bila menjerit, hati di alam mimpi
Dan pualam yang kekal bakal tampil di matamu.
Bangkit dari debu suatu jaman yang lama mati.

Harapan! Kemashuran! Apa lagi di risaukan.
Suatu manikin yang gemilang di depanku.
Apa peduli hidup seperti orang minta-minta
Bila seperti Pindar dan Homores kita berlalu.
By: JOSE ZORILLA Y MORAL

Nukilan dari: OP. cit.
Hai tenteram,
Udara panas-panas-dingin,
Dan hujan turun
Pelan dan bisu;
Dan selagi aku bias
Meneguk tangis dan mengeluh,
Anakku, mawar mungil itu,
Matanya di tutup maut.
Damai dan sepi terekam di keningnya, kala
Pamitan dengan ini dunia.

Sungai-sungai pada kelabu; kelabu
Pohonan dan gemunung, abu-abu;
Kabut yang meliputiinya, kelabu,
Dan abu-abu gemawang yang berarak di langit.
Seluruh bumi berliput sedih kelabu,
Itu warna usia tua.

Kadang kali redup-redup bangkit desau
Hujan dan angin
Yang bertiup di pohonan, melulung dan mengeluh,
Demikian aneh, hampa dan perih bunyi
Ratapnya, seakan orang menyeru si mati.
By: ROSALIA DE CASTRO

Apa hidupmu itu, jiwaku?
Apa hidupmu itu, jiwaku, apa biasamu?
Hujan di telaga!
Apa hidupmu itu, jiwaku, apa biasamu?
Angin di angkasa!
Betapa ‘kan suci lagi, jiwaku, hidupmu?
Gelita diguha!
Hujan di telaga!
Angin di angkasa!
Gelita di guha!
Menangis hujan dari langit dan awan . . .
Angin adalah kesah yang tak kenal pamitan.
Derita: gelagak hitam tak terhiburkan,
Dan hidup: hujan dan gelap dan angin.
By: MIGUEL DE UNAMUMON Y YUGO

Mati, tidur . . . .
Buyung, untuk istirah
Kauperlukan tidur,
Membung resah,
Membunuh angin,
Berhenti ngembara
Dengan pikiran . . .
-ibu, satu-satunya istirah:
Mati.
By: MANUEL MACHADO Y RUYZ

Sanjak
Jalan di lindung bayang. Gedung-gedung tua dan tinggi menyembunyikan
mentari silam; di beranda gema-gema cahaya bermain.

Tidaklah kau lihat, dalam pesona beranda berhias kembangnya,
Luncur merah muda dari wajah kau kenal?

Raut badan di balik kaca, dengan lantunan bimbangnya,
Berkilau dan menghilang, seperti muka lama kehitaman.

Dijalan hanya bunyi langkahmu kedengaran.
Pelahan gemanya lewat itu pun penyap

O, siksa!hati makin berat dan perih ,,lakah itu?’’
Tak mungkin . . . teruskan perjalanan . . . bintang dilangit.
By: ANTONIO MACHADO Y RUYZ

Sanjak
Rumah tercinta,
Kediamannya,
Menunjukkan,
Di atas tumpuk runtuhan yang rapuh
Dan hancur luluh,
Kerangka kayu tak tentu bentuk,
Hitam, berserpihan.

Bulan mencurahkan benderangnya
Masuk mimpi, yang berkilatkan perak
Di jendela. Berbaju buruk dan sedih di hati,
Aku tempuhlah jalan tua itu.
By: ANTONIO MACHADO Y RUYZ

Read More
10 Puisi Kenangan Abadi

10 Puisi Kenangan Abadi

 10 Puisi Kenangan Abadi - puisi ini menjelaskan tentang kenangan kenangan manis pahit indah dan mengharukan sedih dan menyenangkan, kenangan perang, kenangan cinta, kenangan damai, kenangan alam dan lain sebagainya , jika di telusuri hidup itu sepertinya memang harus perang untuk mendapatkan cinta kemudian menemukan perdamaian, selanjutnya menikmati alam dan berakhir tinggal kenangan setelah kita tua tak berdaya kemudian mati meninggalkan dunia.

Memegang
Memegang, memegang senja, buah appel dan tugu,
Memegang bayangan, dinding dan ujung jalan itu,

Memegang kaki, kuduk putih perempuan yang lena,
Lalu membuka tangan. Beberapa ekor burung merdeka,

Beberapa ekor burung penyap menjadi dinding,
Tugu, senja, buah appel dan bayang-bayang.

Tangan kau bakal aus
Dalam permainan sungguh ini.
Kami ‘kan kudung kamu,
Kudung kamu suatu hari

Memegang bila segala meluputku
Dan dengan tangan bagaimana
Memegang pikiran ini
Dan dengan tangan bagaimana
Memegang hari pada bulu tengkuknya
Memegangnya gemetarran
Bagai seekor kelinci hidup?
Mari, tidur, tolong daku,
Kau akan pegangkan daku
Yang tak dapat ku ambil,
Kantuk tangan lebih berkuasa.
By: JULES SUPER VIELLE

Perjalanan sukar
Di jalan: kereta kecil sebuah,
Dalamnya: bocah mungil seorang,
Yang tak mau mengelaikan kepala,
Kerna kereta terguncang-guncang.

Paksaan keras ini jalan
Mencambut pasangan di kejauhan,
Di mana bumi sekedar gumpalan,
Di laangit besar yang kabur nian.

Jangan bilang: inilah tempat,
Di mana mentari di pancung nyalanya.
Dua belas tukang potong berderet,
Dua belas pisau potong tertawa.

Di sini orang memancung bulan
Agar kuningnya terkejut pasi.
Lantai tonilnya ialah landasan.
Tempat menempa petir dan ngeri.

,,ayuh buyung, tutup mukamu,
Kau menempuh jalan bahaya”
,,tidakkah Nampak olehmu, tamu,
Pasangan daku berpantang kalah?”

Bocah-bocah diplanit lainnya
Jangan kau lupa anak ini,
Yang telah sekian lamanya
Tak terdengar kabarnya lagi.
By: JULES SUPER VIELLE

Munafik
Bagai badai kesak ku kitari usia mudamu.
Nafsuku memancarkan kemilau di langitmu.
Pandangku, walau hinggap-hinggap melintas,
Tak luput dari wajah kebenaran yang menusuk.

Dengan langkah ati-ati, pandang tukang tunjuk,
Ajaran zaman agar berkhianat dengan mata,
Mahir dalam ikhwal yang teradat oleh waktu,
Aku melirik sekitar mangsa yang alpa.
By: FRANCOIS MAURIAC

Sanjak kabur
Ke man hujan disambar bayu,
Berdesau lalu di atas atap?
Akupun lalu padamu mendekap,
Agar senyap rintih sedihku.

Taman gelita berpohon t’lanjang,
Lampu kecilmu padam dan nyala,
Bisikmu gairah dewi asmara,
Bagaimana jadinya sekarang?

Masih ku dengar rintikan hujan.
Bunyinya lain kedengaran…..
By: FRANCIS CARGO

Kami tak mau sedih-sedih
Kami tak mau sedih-sedih
Itu terlalu mudah
Terlalu bodoh
Gampang saja.
Untuk itu terlalu banyak kesempatan
Salah tak ada
Setiap orang sedih
Kami tak mau sedih lagi
By: BLAISE CENDRARS

Tariku
Plato tak memberi penyair hak warga-kota
Yahudi kelana
Don juan metafisik
Teman-teman,orang-orang setangga
Kamu tidak lagi beradat dan belum punya istiadat
Perlu menghindari tindasan reveu-reveu
Kesusasteraan
Hidup miskin
Kesombongan yang pincang
Kedok
Perempuan, dansa yang diajarkan oleh Niezsche kepada kita untuk ditarikan
By: BLAISE CENDRARS

Perempuan
Tapi sendirian?
Datang dan pergi tak berhenti
Pembangsatan istimewa
Semua lelaki, semua negri
Demikian maka kau tak lagi memberatkan
Kau telah membunuh perasanmu

Aku seorang tuan yang dalam ekspres yang mengagumkan melintasi keinian
Eropah sendiri dan dengan hati kecut mengamati lintas jendela

Tamasya yang tak lagi menarik perhatianku
Tapi tarian tamasya
Tamasya tari
Paritatitata
Aku putar habis
By: BLAISE CENDRARS

Lagu berirama bebas
Diambang akan terjun kebawah gelombang tidur,
Amat bimbang nampaknya kamu;
Mungkin karma takut aku akan menyusul,
Mendekap dikau dalam mimpimu.

Usah takut, karena takut bedalah peluknya
Sekitar kepala aku berat,
Dan tidur ngingau menggundah dikau, di pojok remaja,
Bersama teman yang telah tiada.

Selagi kamu tamasya di hutan-hutan, padang, lembah temak,
Dijalan-jalanyang kucintai,
Dilingkungi tidur yang nyenyak, di mana kau sembunyi,
Aku tak’] ‘kan kunjung bergerak.
Wahai, semoga sanggup aku masuk mimpimu
Dan bermungkin dalamnya.
Tapi, menyingsing fajar – dalam mencari, kamu
Harus dicurahi nyala.
By: JEAN COCTEU

Nukilan dari: potomak
Potomak! potomakku! Sebentar kujumpai kau lagi.
Lihatlah! Satu sama lain kita pisah, bagai air ringan dan air berat
Maafkan daku menamakan kau potomak.
,,pergilah, burung” firman tuhan pada hari keempat dan dalam basa ibrani ditambahnya;frrrrr !

Tahu-tahu kuperoleh nama yang kadar cocok bagimu.
Dikit demi dikit kusimpulkan suatu dunia dari padamu.
Wajiblah aku nanti melewat, bekerja, tidur.
Potomak, kusesalkan aquarium di lapangan Madeleine
Tapi kau kukunjungi nanti.
By: JEAN COCTEU


Dimana aku bakal menetap
Punya padang mesra
Dimana panasmu istirah

Mata-air dimana dadaku
Mencerminkan hari
Jalan-jalan dimana bibirmu
Tersenyum kebibir lain
Hutan dimana unggas-unggas
Pelan mengangkat pelupuk matamu
Di bawah suatu langit, yang dibayangkan
Oleh dahimu cuaca

Satu-satunya alamku semesta
Kurnia yang mudah dilaraskan
Kepada irama alam –
Kau akan tetap telanjang saja.
By: PAUL ELUARD


Kekasih . . . . . . . . . . .
Agar dapat melukiskan assratku, kekasihku,
Taruh bibirmu seprti bintang di langit kata-katamu
Ciuman dalam malam yang hidup,
Dan deras lenganmu memluk daku,

Seperti suatu nyala bertanda kemenangan
Mimpikupun berada dalam
Benderang dan abadi,

Dan bila kau tiada disana,
Aku bermimpi tertidur, dan mimpi aku bermimpi.
By: PAUL ELUARD
Read More
10 Puisi Persaudaraan Perdamaian

10 Puisi Persaudaraan Perdamaian

 10 Puisi Persaudaraan Perdamaian - masih seputar puisi perang rusia, seperti yang sudah di sampaikan dalam pembukaan 10 puisi percintaan rusia yang melanjutkan puisi perang satu sampai dengan tiga kini berlanjut ke tema puisi perdamaian.

Tulisa di nison Villon
Saudaraku seummat yang hidup sesudah kami,
Jangan terhadap kami hatimu kau batukan,
Dapun, bila kau belasi kami yang malang ini,
Kaupun lantas saja di ampuni oleh Tuhan.
Kau lihat kami ini lima- 'nam orang bergantungan;
Daging kamin kerangka, menjadi tepung dan debu.
Kami yang malang ini janganlad tertawakan,
Tapi doakan: Tuhan mengampuni kami dan kamu.
By: FRANCOS VILLON

Nukilan dari: ,,Grand Testament" XVIII
,,Apa kaubuat," datang tanya tiba-tiba,
,,Sampai tersangka jadi pencuri di lautan?"
Yang ditanya buru-buru menjawab tanya:
,,Kenapa aku pencuri kaunamakan?
Karena aku membajak di lautan?
Dengan hanya sebuah kapal kecil dan lemah?
Aku kini pasti telah raja di lautan,
Andai aku bagai kau punya balantentara."
By: FRANCOS VILLON

Soneta buat Helena
Bila kau telah tua, duduk termenung di tepi senja,
Menyulam-nyulam dekat tungku dalam terang pelita,
Sen,dungkanlah sajakku dan takjubi kisah lama:
Akh, Ronsand memuja daku kala diri muda juwita.
Dapun, bila kau belasi kami yang malang ini,
Kaupun lantas saja di ampuni oleh Tuhan.
Kau lihat kami ini lima- 'nam orang bergantungan;
Daging kamin kerangka, menjadi tepung dan debu.
Kami yang malang ini janganlad tertawakan,
Tapi doakan: Tuhan mengampuni kami dan kamu.
By: FRANCOS VILLON

Soneta
Hidup-hidup aku mati: aku tenggelam dalam nyala.
Dalam panas membubus, aku menggigil kedinginan.
Bagiku hidup terlalu lemes, kadang kliwat kejam.
Kekesalan yang tak terkira seiring dengan gembira.

Selagi asyik ketawa, airmata pun cucurlah.
Kebaikanku larut, tenggelam masuk ke fanaan,
Aku menghijau dan layu seketika itu juga.

Demikian asmara sesuka hati memainkan daku.
Dan bila diri kuaangka di dalam cengkramab duka,
Di luar perhitungan, duka tah membebas daku.

Tapi bila taksiranku, langgeng adanya gembiraku,
Menjulang di laut nafsuku, bagai menara bercaya.
Maka pada duka semula ia hempaskan daku.
By: LOUISE LABBE

Beruang dan dua orang berteman
Dua orang berteman, lantaran perlu uang
mendapatkan seorang pedagang
untuk menjual kulit beruang
yang masih hidup tapi segera nyawanya akan dibuang

Dengan perjanjian bahwa dalam dua hari lamanya
kulit beruang ditukar uang
mereka pergi mencari itu binatang
yang baru namanya di dengar tapi belim dilihat buktinya.
Di sana mereka diam terpaku
melihat sang binatang berkuku.

Seorang naik ke atas pohan.
bersembunyi di atas daun:
Sedang kawannya gemetar
hatinya berdebar-debar,
lalu berbaring dengan punggung ke atas,
tidak bergerak menahan napas,
supaya pabila beruang menghampiri,
ia sangka sudah mati.

beruang yang besar itu pun melihat
lalu mencium badan yang lena seperti mayat,
tapi tak lama kemudian pergi lagi tanpa bersungut:
,,Biar aku pergi menjauhi ini bangkai berbahu isi perut!"

yang naik ke atas pohon
tergopoh-gopoh turun,
menghampiri kawannya
dan lantas bertanya:

,,Bagaimana dengan itu kulit?
Dan apa yang dibisikkannya
ketika ia mencium dan memijit
badanmu dengan kukunya?"

,,Dia berkata," jawab kawannya, menganjurkan:
Jangan kulit dijual sebelum beruangnya di binasakan."
By: JEAN DE LA FONTAINE

Keledai dalam kulit singa
Keledai yang di bungkus kulit singa
Pernah menakutkan orang dimana-mana
Dan meskipun binatang itu lunak,
Tapi disangka orang ia galak.

Tetapi ketika telinganya
Dengan tidak sengaja kelihatan muncul,
Tahulah orang yang sebenarnya,
Sehingga si Badarpun berani memukul-mukul.

Orang lain yang tidak membuktikan
Keadaan yang sebenarnya,
Tercengang kagum menyaksikan
Seorang petani memukul singa.

Demikianlah sering kejadian
Orang meributkan kebenaran
yang sebagian besar
hanya benar di luar.
By: JEAN DE LA FONTAINE

Nukilan dari: Sanjak penghabisan
Bagai sinar terakhir, bagai sepoi penghabisan
Yang melincah akhir hari yang permai,

Makin kucoba petik kecapi di kaku tiang gantungan;
Siapa tahu! Giliranku dating tak lama lagi.

Ya, siapa tahu! Sebelum jarum menit dalam lingkaran,
Yang tercantum di muka jam kemilau,

Menamatkan enampuluh kali detik insutan
Dengan sipongang klenengan bergalau,

Tidur abadi telah tutup kedua pelupuk mata,
Sebelum pada sanjak yang kugubah,

Aku mulai membunuh persanjangan akhir-akhir barisnya,
Maka antara dinding-dinding ngri, mungkin

Pembawa pesan dari maut, si Hitam pengerah baying-bayang,
Diiringkan dengan serdadu yang engkar

Telah menggemakan namaku di suram ruang panjang.
By: ANDRE CHENIER

Kembang mawar Saadi
Aku mau bawakan dikau kembang mawar itu pagi;
Tapi berlebihan kautaruh diembanku terkunci,
Hingga lantaran sendat, kancing tak tahan lagi:

Habis putus semua kancing. Mawarpun berberai
Diterbangkan angin; dan semua kelaut perginya.
Mereka ikut sama air untuk tidak kembali lagi.

Gelombang kelihatan merah, seakan api menyala,
Dan malam itu bajuku jadi wangi seluruhnya.`
Wahai, hiruplah padaku kenangan yang wangi.
By: MARCELINE DESBORDES-VALMORE

Nyanyian kabut
Akh, sekali-kali jangan hina wanita yang cela.
Siapa tahu beratnya beban meruntuhkan imannya lemah!
Siapa tahu selang berapa lama lapar ia derita?
Kala badai malapetaka mengguncang iman mereka,
Siapa antara kita tidak lihat wanita yang putus asa
Lama bersitahan, berperang sampai lenyai tangannya,
Seperti diujung dahan kita lihat tetesan hujan
Menggemilang,-- dimana langit tampil gemerlapan –
Dan demi pohhon diguncang, menggigil dan bertahan:
Mutiara sebelum jatuh dan lumpur setelah gugur!
Letak salah pada kita, pada kau, kaya, pada emasmu!
Betapapun tetap saja ada air murni di lumpur itu.
Karena tetesan air itu adalah uap asal-mulanya
Dan kemali mutiara lagi dengan cerlang aslinya,
Padalah semua demikian bangkit di waktu siang
Bersama sinar mentari atau bercaya kasih-sayang.
By: VICTOR HUGO

Suatu jalan teduh di Luxembourg
Ia melintas: gadis itu,
Lincah dan cepat, sepantun burung:
Di tangannya: kuntum kemilau,
Di mulutnya: deenddang berulang.

Mungkin itu sesatunya di bumi
Yang dengan hati ku berbalas gema;
Yang, di malamku pekat bersemi,
Dengan sekerdip mencipta cuaca.

Tapi tidak; -mudaku Lah silam.
Tinggalah, sinar lembut yang nyinari
Daku,-wangi, gadis, keselarasan
Bagia melintas,-. . . . ia pergi!
By: GERARD DE NERVAL

Bukan selamat siang, bukan selamat sore
Hari tak pagi lagi, pula belum senja
Betapapun meredup cahaya di mata kita.

Tetapi senja merah, dini hari laiknya,
Dan lama sudah itu malam membawa lupa!
By: GERARD DE NERVAL
Read More
10 Puisi Cinta Rusia

10 Puisi Cinta Rusia

 10 Puisi Cinta Rusia - Masih dalam satu topik dengan 10 puisi perang Rusia , di mana topik dalam puisi tersebut menjelaskan tentang jiwa patriotisme, sosial , perdamaian dan berlabuh pada puisi percintaan yang ada di bawah ini .

 Malam acacia
Hidup hanya punya dua tiga hari bercinta: lalu pohon gigih ini digantuni berates lebah dan bunga
Waktu malam bulan juni: jika acacia kembang dan layu
Sungai berdandan tasbih lampu-lampu dan mewangi karena perempuan-perempuan mandi
Jalan-jalan raya tiba-tiba melebar dan berikaluan sebagai salan-salon kecantikan
Titian bergantungan dan manic-manik cahaya melingkup air,
Dimana aku berlalu: taman gaib berantuk dengan pelancung;
Orang-orang pergi ketempat berjanji dengan kebun-kebun dan jalan-jalan, lapamgan-lapangan luas dan buleverda
Karena mabuk kepayang lupa aku pada lorong-lorong tua Nove Mesto
Yang dinding-dindingnya kelabu dan perkasa sekarang punya kedaulatan sebuah mahligai.
Wahai malam acacia, malam gunung dan kelembutan yang menggoda, jangan pergi,
Biarlah aku selamanya hauskan cinta dan kota Praha;
Wahai jika berakhir malam bulan juni, singkat seperti cinta dan kenikmatan tubuh.
Wahai malam acacia, jangan berlalu, sebelum kutiti semua jembatan Praha;
Tiada mencari siapapun, tidak kawan, tidak perempuan, tidak diriku sendiri;
Wahai malam yang punya jejak bakal tempuhan musim panas,
Tiada kunjung pada kerinduanku bernafas dalam rambutmu;
Permata-permatamu telah merasuki dagu, kuselami air sebagai seorang pemukat terkutuk:
Wahai dapat jugalah aku mengucapkan ,,sampai-lain-kali”
Wahai malam bulan juni,
Jika tiada sempat kita lagi berjumpa,
Hiruplah aku dalam pelukanmu, kekasihku yang malang.
By: VITEZLAV NEZVAL

Suatu nulilan
Lebih baik berbakti
Dari meminta maut untuk menyerah
Lebih baik berbakti
Dari meminta maut untuk menyerah
Biarpun tiada hentinya hati
Lancing mengajak dan mengarah

Baik menempuh derita
Biarpun tenaga hendak mengakhiri
Biar menempuh derita
Biar tenaga hendak mengakhiri
Daripada seorang dari mereka
Yang membusuk dalam kubur sendiri

Baik dalam perumahan kasih
Tertindas dan terhina
Baik dalam perumahan kasih
Tertindas dan terhina
Daripada malam kembang dan bersih
Dan tiada di petik oleh tangan manapun juga
By: VITEZLAV NEZVAL

Alangkah sepi mereka yang mati
Alangkah sepi mereka yang mati,
Kawan!
Di sini dimana orang mati sendiri.

Betapa suram mereka menjerat diri,
Pelahan,
Masuk hari penuh bencana.

Maut di sini kejam,
Kawan!
Dimana padang terlalu lapang,
Di mana langit tinggi, tinggi di luhur.

Di sini dimana kita sekelumit,
Begitu sengsara ditinggal
Di atas padang hitam
Di bawah langit,
Di mana yang satu menerjuni medan.
Yang lain diam di ambang pintu;
Dimana masuk rum,put dan padang
Jalanan lesu menuntun kita.
By: MILAN DEDINAC

Kordonu
di Kordonu di padang bata,
ibu mencari mayat anaknya.

Demi jumpa, d’atas kubur ia
Tuduk berkata pada anaknya.

O anakku, biji mata ibunda
Remajamu dulu kemana penyapnya?

Ayahmu menangis, ibumu meratap,
Semoga sudi kuburmu menyingkap,

Dan kubur tia-tiba terbuka,
Si anak bicara dengan bundanya:

Bundaku sayang, hentikan keluh,
Beban tangismu berat bagiku.

Ibu, pergilah, sudilah pulang,
Jangan kuburku ibu risaukan.

Ibu, sampaikan kepada rakyat
Supaya berjuang agar merdeka.
By: PENYAIR TAK DIKENAL

Pemuda pastisan Bosnia
Kami pemuda partisan Bosnia,
Kami cinta tanah air kami,

Kami suka rela Tito, membina
Kemerdekaan ibu pertiwi.

Hutan kami tempuh, senja di tangan,
Bedil: ibu kami, hutan: rumah kami,

Rentak tembakan tak pernah seindah
Yang dilepas pemuda partisan.

Indah dari nyanyi burung: swara miitrayur.
Kema pelur dilepas gadis-gadis kami,
By: PENYAIR TAK DIKENAL

I
Dua sajak
Angin-angin merdeka menyepoi sekitarku!
Jasadku bagai kecapi, dibiar terlantar
Canggung berdiri di tengah orkes meratap,
Perlahan menggigil,
Dilupa oleh payah dan sedih, oleh derita, oleh kemestian

Aku dengarkan gemanya perlahan:
Resonator alam semesta,
Jawaban resia, hampir tak kedengaran,
Wahai keajaiban kasih!
Pucuk poon tinggi
Terharu oleh nyanyian burung-burung.

II
Silam mentari masuk kekamar,
Seekor singa merah.
Bayangannya menimpa kaca
Dan kurasa cekamnya mesra
Menyentuh kakiku telanjang.
Sku membungkuk di bawah meja,
Yang di kudusi kerja hari itu,
Dan aku lihat ia, mentari itu, mencium kakiku
Dengan lidahnya merah.
By: PANTELIS PREVELAKIS

Panorama Laut Mati
Kita serupa Laut Mati
Sekian depa di bawah muka Laut Egea
Mari bersama daku, kutunjukkan dikau panormanya:

Di laut mati
Tiada ikan
Atau rengkam atau janik
Tiada hidup

Tiada makhluk
Yang berperut
Untuk lapar
Yang makan hati
Untuk menderita.

Di sini tempatnya tuan-tuan!
Di Laut Mati
Penghinaan
Bukan dagangan
Seseorang
Yang hiraukannya.

Hati dan piker
Mengeras dalam garam
Pahit itu
Mari kedunia
Mineral.

Di sini tempatnya, tuan-tuan!
Di Laut Mati
Lawan dan kawan
Anak dan isteri
Dan ibu-bapa
Mencari mereka;

Mereka di Gomorra
Di lubuk terdalam
Amat bagia
Kerna tak usah dengar
Berita.

Dan kini kita teruskan p’lawanan kita
Sekian depa di bawah muka Laut Egea.
By: GEORGES SEVERIL

Lagu Rumani
Tanganmu telah sentuh jendelaku
Di mana angin telah menyanyi, dan kamu
Mungkin memegang mentari di tangan.
Dapun jendelaku jadi merah-muda,
Meski di saat turun dan istirahatnya
Bayangan tengah malam dijalanan.

kudamu yang tiada tandingannya
Minum di sumur lama dan terkenanglah
Aku betapa kerap kudamu dahaga;
Adapun telingaku selalu bising
Oleh derak-derik sumur di padang
Dan kudamu yang memuaskan dahaga.

Dua pisau pada ikat pinggangmu
Bicara sesamanya; yakinlah aku
Mereka tahu rahasia nasibku,
Kerna mentari meredup matanya.
Dan jauh dalam sanubariku ada
Pisau-pisau panjang nyiksa jiwaku.
By: HELENE VAVARESCO

Lagu nafas
Dengan nafas ku hirup udara
Yang rasanya berasal Provenca
Segala di sana menggirang daku
Dan tiap kudengar cakapnya merdu
Akupun ketawa, dan lantas mohon
Tiap kata diulang seratus kali,
Gitu indah terdengar olehku.

Tak pernah didengar cakap gitu manis
Di antara deras arus Rhona dan Venca
Sedari segara hingga Durensa
Adapun tak ada pojok gitu ria
Seperti di antara anak Perancis,
Tumpangan angin sambil ketawa
Yang bikin si murung suka riang.
By: PIERE VIDAL

Read More
10 Puisi Perang Rusia Bagian Ke Tiga

10 Puisi Perang Rusia Bagian Ke Tiga

 10 Puisi Perang Rusia Bagian Ke Tiga - Perang selalu menyisakan kepedihan dan sepertinya perang selamanya tidak akan menambah apapun kecuali hanya menciptakan kerusakan, jika kita hidup di atas bumi yang satu dan berteduh di bawah langit yang satu lantas mengapa kita hidup tidak bisa bersatu. 10 Puisi Perang Rusia Bagian Ke Tiga ini kelanjutan dari 10 Puisi Perang Rusia Bagian Pertama dan 10 Puisi Perang Rusia Bagian Ke Dua

Samar senja
Surya meredup bagai sekuntum mawar layu,
Kepala terkulai, lesu, seakan dalam mimpi,
Dan kelopak emasnya mengoraklah pelahan:
Daunan kemilau bersama merah warna tepi.

Alangkah tentram dunia dan damai bernafas lega
Hanya lonceng-malam berklenengan dari jauh,
Melembut melodis, seperti suara dari surge,
Dari sekuntum bintang, ajaib dan tinggi.
By: SANDOR PETOPI

Padang-padang liar Hongaria
Dalam gemulut rumputan merancah kakiku,
Padang-padang meliar, jerit gagak membiar-
Sambutan suram ini tidak asing bagiku:
Begitu gelagatnya gurun negeri meniar.

Tanah pupuk yang kudus dengan kening kucecah,
Dibawahnya cacing-cacing pasti mengerat_
Duri-duri terkutuk! Semak-semak keparat!
Apa enggan sekuntum kembang tampil ke-caya?

Lintas jarring yang jahat melata itu,
Aku mau danger semangat bumi yang lena.
Lalu mewangi kembali dan mempesona daku;
Kembang kemaren, dari luruhan k’lopaknya.

Diam di sekitar. Siuran sayur yang melitar,
Membelit daku, menutup, lalu menidirkan. . . .
Sedesau angin lewat dengan tawa bergegar
Lintas gurun yang mendesak batas pandangan.
By: ENDRE ADY

Darah dan emas
Bagi telingaku tiada bedanya,
Apa sedih membelalak, atau berahi mengerang’
Darah mengalir atau emas gemerincing.

Aku tahu dan tetap memegang: hanya segitu
Dan percuma harta benda selebihnya
Emas dan darah, emas dan darah

Semuanya fana dan semua berlalu
Pangkat, ganjaran, keharuman nama
Yang tetap hidup: emaas dan darah

Bangsa-babgsa penyap dan bangun lagi
Tapi, seperti aku: kudus, adalah perwira
Yang tetap menganut: emas dan darah.
By: ENDRE ADY

Dengan hati suci
Aku tak lagi punya papa atau ibu,
Tuhan ataupun tanah air,
Buayan ataupun kain kafan,
Ciuman ataupun kekasih.

Telah hari ketiga aku tak makan
Tidak banyak dan juga tidak sedikit.
Usia duapuluh, itulah megahku,
Duapuluh tahun ku tawarkan dikau.

Andai tak ada yang mau nerima,
Setan pasti dating memborong.
Dengan hati suci akupun merompak,
Dak kalau perlu, orang kubunuh.

Orang ‘kan tangkap dan gantung aku,
Mengubur daku di tanah suci,
Tapi rumput beracun segera tumbuh
Dari hatiku yang tetap suci.
By: ATILLA JOZSEF

Musim gugur
Malam perak bangun di tengah dingin yang sedap;
Swara gadis-gadis dilemparkannya kepada angin.
Sabit dari bulan membungkuk untuk mengusap
Rambut yang ditaburi gelap dengan sedikit embun,

Ombak yang kecimpung, swara-swara dalam gelita,
Suatu baying tercurah di balik tabir cahaya,

Suatu cermin, pada mukanya musim gugur seakan
Menafaskan abu-abu perak dari mimpi-mimpiku.
By: JOSEF HORA

Stare zeny (fragmen-fragmen)
Sore-sore minggu yang sendu
Disayukan perempuan tua
Melenggok ke jendela
Lewat kelusuhan
Atas kelusuhan ambal
Antara meja dan ranjang
Cermin dan foto
Kursi dan palma titeron

Bersandar kerangka di jendela
Mereka nanapi jalan raya
Dari itulah kesia-siaan
Sore-sore minggu

Mata dari perempuan-perempuan tua
Tiada berlinang dan segan-segan
Cemas dan lembut
Mata terpaku pada ujung

Buah sonder biji
Talam sonder atalan
Ruang ruang kelemahan
Fragmen-fragmen music tua
Sumur-sumur berisi lumpur
Genangan air sonder pembayangan

Perempuan-perempuan tua tersandung ke dalam kematian
Dan perhentian yang telah begitu sedikit
Sepanjang jalan-jalan yang dikenal
Hanya debu-debu atas sulaman
Ujung ambal yang melekuk
Rimah yang jatuh
Segala itu perhentian-perhentian
Tangan-tangan erempuan-perempuan tua
Lupa sekarang mengelus tengkuk laki-laki

Rambut kanak-kanak
Hanya cukup kuat
Untuk pengikat selampai
Penghapus air mata

Rambut-rambut perempuan-perempuan tua
Tiada ia beroleh belaian angin
Tiada yang sembunyikan wajahnya
Tiada yang membasahi bibirnya
Dalam embun bereka
Tiada kain buat ketelanjangan siapapun juga
Hanya satu lengkuk kecil
Dapat dibuat dari itu

Sore-sore minggu yang mati
Sedih karena wajah perempuan-perempuan tua
Di mana hanya terbayang
Kebosanan dan penyakit
Tiada kenangan, tiada renungan
Tiad kerinduan, tiada harapan
Hanya cacing ketiduran
Oh sore-sore minggu yang sedih
Atas kuburan perempuan-perempuan tua
By: FRANTISEK HALAS

Telah saatnya
Katubkan bibirmu keduanya, diam dan tegas.
Nyaris kikis percaya kami dan dari dunia
Kami dipisah oleh impian lembut-bercampur-manis-

Tiap kata kami mesti berakhir dalam madu membius.
Dalam xaman kabur ini, penuh bimbang dan ragu,
Kerap nian dengan kata-kata hidup kami ditembus.

hanya jika bergumuruh jatuh menimpa:
kesal khalayak yang numpuk meninggi gemintang
dan seluruh bangsaku malang berkubur di awahnya
By: FRANTISEK HALLAS

Kenyataan-kenyataan
Kalian lihat surga bergumul dengan kabut
Rumput merah
Jaring lawa digantung embun
Ulat dan kutu jauh dari bumi

Gerbong-gerbong bermuat umbi
Jika kereta di gerakkan ke sana
Dan orang banyak gemetar dikesunyian kampung

Intip kalianlah udara musim rontok keanak-anakan
Prempuan yang dating
Menempuh hujan mengguntur

Kalian lihat angkutan tentara melewati
Burung gagak dipemandangan sedih
Segala ini

Tetapi juga kita lihat ikan-ikan di kolam renang
Labah-labah dalam hati kanak-kanak
Tabung-waktu berisi semut

kita lihat ketumbuhan gunung
dan kehancurannya jadi debu kabut
dari mana Kristal-kristal burung

dan abat pertengahan dengan gerobak dan khadam
dengan uap darah kuda dan api kasar

dan akhirnya kita sampai nun di bumi Moravia
rule de la paix
di mana kaca-toko menyala
dengan keharuman-damai minyak-wangi Gemey
By: LUDOVIC KUNDERA

Kantilena dari dendam
Hari baru senja, telah mersik jari-jari berambut pada tangan hitam
Dan dibawah bulan-kuda merah-pucat kedengaran keluhan,
Kaena segala di sini dusta – juga lilin-lilin yang kedip-kedip makin lama makin suram
Dan patung-patung suci, yang pucat, termangu kering dan tiada nafsu.

Juga dusta di sini setangkai kembsng cantik, yang mengenjang segala dengan kewangian,
Bulan, yang lesu mengira menyalakan mimpi,
Jari-jari berambut, berpeluh karena tiada di gerak-gerakkan pada tangan hitam
Dan di atas segalanya berdusta di sini bulan yang mengeluh dan menangis.

Maka matilah karena lesu bulan, yang begitu lama dan iseng mengintip dan meratap
Beragam ngeri: maka menyala api dalam tangan dan jari-jari kurus berambut- yang lebih dusta dari yang lain-
Sekarang menjangkau yang lembut sepanjang dinding kelam makin tinggi
Menjangkau dan merayap pita-pita dari regin dan meraba-raba dan
Mencari sampai ketekanan-tekanan
Lalu memainkan lagu mual, sebuah senandung, yang akhirnya karam dalam sedih-sendu
By: KAREL HLAVACEK

Read More
10 Puisi Perang Rusia Bagian Ke Dua

10 Puisi Perang Rusia Bagian Ke Dua

 10 Puisi Perang Rusia Bagian Ke Dua
Beriku ini adalah sepuluh puisi perang rusia bagian ke dua , di mana puisi ini masih berkaitan dengan 10 puisi perang rusia bagian pertama , isi puisi hampir sama yaitu mengambil topil tentang kondisi perang, tapi di bagian kedua ini ada perbedaan yaitu jika di bagian puisi pertama menyangkut semangat , adapun puisi bagian kedua menyangkut sosial. berikut puisinya selamat membaca.

Seorang bapa Rusia kepada bapa-bapa Jerman
Sekarang kita berdiri di lapang terbuka
Engkau tidak usah balik ke brlakang atau menangis
Puteraku pemuda komunis, anakmu seorang fasis
kesayanganku seorang laki-laki tulen, anakmu algojo
dalam segala pertempuran, ditengah api berkobar tak putus
dalam sedu-sedan seluruh manusia
pemuda berteriak, seribu kali jatuh, seratus kali bangun
memanggil anakmu bertnggung jawab atas kejahatannya.
By: PAWEL ANTOKOLSKY

Wasilli tierkin
Di tengah tanah air Rusia,
Berjuang melawan angin, dengan dada busung
Melalui padang salju, begitulah maju Wassili
Tierkin. Ia pergi mengalahkan orang Jerman.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . .
Dalam gemuruh meriam
Seperti keluar dari gerbang neraka
Menuju ke timur, keluaar dari kabut dan bau busuk
Malalui jalan raya, seluruh bangsa menarik diri
Ke timur, menembus kabut dan asap
Keluar dari penjara gelap gulita

Kembali Eropa ke rumah masing-masing
Sedang kapuk kasur beterbangan di atasnya
Dan kepada serdadu rusia melihat
Kawan seperjuangan Perancis, Inggris,
Polan dan banyak orang lagi, dengan rasa persahabatan
Bercampur minta maaf dan terima kasih.
Itulah dia yang memerdekakan kita
Ia memakai pici miring, bergambarkan binatang
“ Betul saya, katanya . . .,” mengapa tidak, saya selalu ada,
Kalau perlu bantuan
Saya tidak banyak kehendak. . . .
Itu kewajiban kami, tak lebih tak kurang. . . .
Dan tidak kami sesali bendera-bendera lain.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . .saya tidak lebih baik atau lebih jahat dari orang lain
Akan mati dalam peperangan ini
Tapi, apabila perang habis nanti, hai
Berilah saya tempoh sehari
Berilah kepada saya, hari penghabisan itu
Bersuka cita-ria dalam keramaian damai seluruh dunia
Mendengr salvo kemenangan
Yang akan menderam dia tas moskau
Berilah saya kesempatan agak sedikit
Untuk berjalan-jalan antara mereka yang hidup
Biarlah saya mengetuk
Jendela rumah didaerah kelahiran
Dan kalau orang keluar
Oh malaikat maut, izinkan saya
Berkata sepatah lagi
Ya, sepatah saja
. . .tidak. tidak akan saya izinkan”
Tierkin gemetar, ai, yang telah kaku
Diliputi oleh kain kafan salju.
Saya masih hidup, serdadu hidup
By: ALEXANDER TWARDOWSKY

Nukilan dari: Lagu hati yang tersinggung
Bagi kita abad sengsara
Hari lahir dicab besi panas
Dalam ayunan, manusia telah biasa
Menerima nasib jadi serdadu

Angin panas hawa perang
Melalui masa rampas merempas
Tuan berjalan. Kami enggan
Kembali menjadi liar
Dengan impian ketenangan,
Persaudaraan dan damai.

Itu warisan kita. Kita ikut
Janji dengan waja;
Pagi menyingsing asap bergumpal
Siding mati akan menuju hidup
Dan hidup takkan mati,
Tak terkalahkan
By: ALEXEJ SURKOW

Permohonan sebuah boneka
Berjalan berat bagi anak-anak.
Jalan jauh mendatangkan lelah.
Tapi aku akan ikut, karena
Enkgau pergi bersama-sama
Karena saya hanya barang.
Anak kecil minta makan dan minum
Tapi saya tidak pernah minta apa-apa,
Karena saya boneka, karena saya barang.
Kapal terbang negeri asing
Menukil kebawah membunuh anak,
Bagi saya ia tak berbahaya,
Karena saya barang.
By: ALKADY KULJESJKOW

Lima pelor
Pada musuh kulepas pelor pertama;
Pelor, kecap darahnya,
Agar dnjeprku saying dan bumi, inangku,
Berbalas dendamnya setapak demi setapak

Pelorku kedua,- dari bunda asalnya
Pembalas siksa ia derita
Kembali aku nanti, ibu tak ada lagi
Rombongan bedebah telah pukul ia mati

Lagi sebuah pelor- dari kakakku perempuan
Pembalas kekejaman berlaku atasnya
Mereka seret kakakku ke pinggir sungai dnjepr
Mereka perkosa dengan kejamnya

Pembalas temanku, pelor keempat kulepas
Ia berjuang di sampingku di selatan.
O, tangan, tetalah engkau ! M’layanglah pelorku
Balaskan bagiku ajalnya dini saat.

Pelor terakhir penembak mati seorang
Tepat bersarang dijantung sang fasis,
Pembalaskan tanah airyang ku punya dan jaga
Junjungan hari selama hidupku

Lima pelor kulepas, lalu cepat
Gagang pelor kembali kuisi
Pembuktian pada musuh dimedan perang
Betapa kekal setia-Rusiaku.
By: ANATOLI SOFTRONOW

Dendamnya kepada Tsar
Kala dipaksa ke Siberia jalan kaki,
Akupun kerja paksa dengan rantai dikaki,
Tapi sama-sama dengan kaum pemabuk ini,
Aku mau banting tulang . . . untuk Tsar

Andai bagi teman hidup kupilih istri,
Akan kau pilih sseorang wanita Tartar,
agar dari turunanku nanti terlahir
seorang algojo . . . untuk Tsar

bila aku nati jadi petani,
bibit kusemani: bibit rambut putih
hingga bila sampai ajalku nanti,
sedia bahan tali . . . untuk Tsar.

Serat putih yang abu-abu
Akan tegas m’luncuri tanganku.
Dari padanya jerat di jalin putraku
Untuk Tsar . . . untuk Tsar
By: ADAM MIKIEWICZ

Doa
Tuhan, lepas lonceng mas berkleneng puas
Di dalam hati kami, lepas polandia membuka
Hamparan didepan kaki kami yang lesu,
Seperti haririntar meretas udara.

Mari kita cuci kediaman bapa kita
Dari kesalahan , sedih dan dosa kita,
Kala mengemasi batu-batu yang pecah.
Biar miskin asal bersih itu rumah

Yang berdiri di pandan pekuburan.
Dan pabila bangkit kembali negeri
Kita yang seakan bagai mayat terhantar.
Biar ia diperintah kaum yang jujur.

Oleh buruh. Biar rakyat dengan megah
Berdiri di tengah fajar kemerdekaan
Yang baru bersih: limpahkan ke tangannya
Hasil panan dari tetesan jerihnya.

Jangan biar uang berlipat ganda
Bagi mereka yang tidak mau berbagi,
Lempar si berkwasa dari tempat tingginya
Dan lepas si dina menerima warisan.

Beri kami kembali roti Polandia kami
Dan nikmat rasa anggur polandia;
Apabila kami mati, kuburkan kami
Dalam peti dan pada kayu Polandia.

Dengan sedih dan duka mengabur pandangan,
Kamupun berlutut, di bumi berdo’a,
Agar mereka yang tinggal dan bertahan,
Memaafkan mereka yang melarikan diri.
By: JULJAN TUWIM

Segala
Di manpun kami jumpa,
Terpancar sekitar dunia,
Di Lissabon atau di London,
Pasang tetap menghancurkan dan
Punah harap ‘kan balik seg’ra.

Apa yang kita perjuangkan?
Hasrat kita apa gerangan?
Merebut hak kita kembali?
Tidak, bukan harta ‘tau nama,
Pun bukan peristiwa fana
Diniat, tapi ujut yang suci.

Tujuan bukan hendak kuasa,
Tapi – sekedar nanti dimasa
Depan dapat lagi duduk sama
Bukan untuk memaksa orang
Cakap ‘rang kampong, dengung latar,
Dan ringkik kuda dipasang senja.

Bukan untuk memaksa orang
Mengikut kita, tapi pulang
Dan hidup ditengah k’luarga,
Makan roti milik sendiri,
Jalan lurus, tak kenal ngeri,
Menyalami gemintang malamnya.

Untuk lintas jendela menjenguk
Kedahan-dahan kayu berperak
Rintik hujan, menjulang basah;
Jala-jalan dan jumpa dengan
Teman di kakilima – bersalaman
Tak seberapa – tapi segala.
By: ANTONI SLONIMSKI

Kuimpikan hari-hari bersimbah darah
Kuimpikan hari-hari bersimbah darah
Yang bakal pukul dunia hancur-luluh
Dan diatas puingan dunia lama
Membangunkan lagi dunia baru.

Akh, berbunyi, berbunyi juga hendaknya
Sipongang nafiri untuk perempuan.
Tanda menyerbu, tanda menyerbu,
Tak ayal lagi lekas diberikan.

Aku melompat dengan bagia di kalbu
Ke atas pelana di punggung kudaku
Lalu menyerbu di medan pertempuran
Dengan gairah yang t’lah sifat jiwaku

Dan jika jiwaku dadaku direcai tusukan
Akan ada seorang yang bakal balutnya
‘kan ada yang bawakan penawar siuman
Hingga lukaku jadi sembuh olehnya.

Andai aku ditawan, ‘kan ada seorang
Yang cari daku sampai dalam penjara
Dan dengan, ya, bintang timur matanya
Mengenyahkan di sana segala gelita.

Dan andai aku mati di tiang gantungan
Atau maut menyambar ditengah medan
Akan aada seorang yang dengan tangisnya
Mencuci mayatku bersimbah darah
By: SANDOR PETOPI
Read More