10 Puisi Cinta Rusia
Bisnis Investasi
Selasa, 08 Januari 2013
Puisi Agama,
Puisi Alam,
Puisi Cinta,
Puisi Gaul,
Puisi Humor,
Puisi Keluarga,
Puisi Kenangan,
Puisi Lingkungan,
Puisi Pendidikan,
Puisi Perang,
Puisi Perdamaian,
Puisi Politik,
Puisi Renungan,
Puisi Rindu,
Puisi Rusia,
Puisi Terbaru,
Top 10,
Top Puisi
Edit
10 Puisi Cinta Rusia - Masih dalam satu topik dengan 10 puisi perang Rusia , di mana topik dalam puisi tersebut menjelaskan tentang jiwa patriotisme, sosial , perdamaian dan berlabuh pada puisi percintaan yang ada di bawah ini .
Malam acacia
Hidup hanya punya dua tiga hari bercinta: lalu pohon gigih ini digantuni berates lebah dan bunga
Waktu malam bulan juni: jika acacia kembang dan layu
Sungai berdandan tasbih lampu-lampu dan mewangi karena perempuan-perempuan mandi
Jalan-jalan raya tiba-tiba melebar dan berikaluan sebagai salan-salon kecantikan
Titian bergantungan dan manic-manik cahaya melingkup air,
Dimana aku berlalu: taman gaib berantuk dengan pelancung;
Orang-orang pergi ketempat berjanji dengan kebun-kebun dan jalan-jalan, lapamgan-lapangan luas dan buleverda
Karena mabuk kepayang lupa aku pada lorong-lorong tua Nove Mesto
Yang dinding-dindingnya kelabu dan perkasa sekarang punya kedaulatan sebuah mahligai.
Wahai malam acacia, malam gunung dan kelembutan yang menggoda, jangan pergi,
Biarlah aku selamanya hauskan cinta dan kota Praha;
Wahai jika berakhir malam bulan juni, singkat seperti cinta dan kenikmatan tubuh.
Wahai malam acacia, jangan berlalu, sebelum kutiti semua jembatan Praha;
Tiada mencari siapapun, tidak kawan, tidak perempuan, tidak diriku sendiri;
Wahai malam yang punya jejak bakal tempuhan musim panas,
Tiada kunjung pada kerinduanku bernafas dalam rambutmu;
Permata-permatamu telah merasuki dagu, kuselami air sebagai seorang pemukat terkutuk:
Wahai dapat jugalah aku mengucapkan ,,sampai-lain-kali”
Wahai malam bulan juni,
Jika tiada sempat kita lagi berjumpa,
Hiruplah aku dalam pelukanmu, kekasihku yang malang.
By: VITEZLAV NEZVAL
Suatu nulilan
Lebih baik berbakti
Dari meminta maut untuk menyerah
Lebih baik berbakti
Dari meminta maut untuk menyerah
Biarpun tiada hentinya hati
Lancing mengajak dan mengarah
Baik menempuh derita
Biarpun tenaga hendak mengakhiri
Biar menempuh derita
Biar tenaga hendak mengakhiri
Daripada seorang dari mereka
Yang membusuk dalam kubur sendiri
Baik dalam perumahan kasih
Tertindas dan terhina
Baik dalam perumahan kasih
Tertindas dan terhina
Daripada malam kembang dan bersih
Dan tiada di petik oleh tangan manapun juga
By: VITEZLAV NEZVAL
Alangkah sepi mereka yang mati
Alangkah sepi mereka yang mati,
Kawan!
Di sini dimana orang mati sendiri.
Betapa suram mereka menjerat diri,
Pelahan,
Masuk hari penuh bencana.
Maut di sini kejam,
Kawan!
Dimana padang terlalu lapang,
Di mana langit tinggi, tinggi di luhur.
Di sini dimana kita sekelumit,
Begitu sengsara ditinggal
Di atas padang hitam
Di bawah langit,
Di mana yang satu menerjuni medan.
Yang lain diam di ambang pintu;
Dimana masuk rum,put dan padang
Jalanan lesu menuntun kita.
By: MILAN DEDINAC
Kordonu
di Kordonu di padang bata,
ibu mencari mayat anaknya.
Demi jumpa, d’atas kubur ia
Tuduk berkata pada anaknya.
O anakku, biji mata ibunda
Remajamu dulu kemana penyapnya?
Ayahmu menangis, ibumu meratap,
Semoga sudi kuburmu menyingkap,
Dan kubur tia-tiba terbuka,
Si anak bicara dengan bundanya:
Bundaku sayang, hentikan keluh,
Beban tangismu berat bagiku.
Ibu, pergilah, sudilah pulang,
Jangan kuburku ibu risaukan.
Ibu, sampaikan kepada rakyat
Supaya berjuang agar merdeka.
By: PENYAIR TAK DIKENAL
Pemuda pastisan Bosnia
Kami pemuda partisan Bosnia,
Kami cinta tanah air kami,
Kami suka rela Tito, membina
Kemerdekaan ibu pertiwi.
Hutan kami tempuh, senja di tangan,
Bedil: ibu kami, hutan: rumah kami,
Rentak tembakan tak pernah seindah
Yang dilepas pemuda partisan.
Indah dari nyanyi burung: swara miitrayur.
Kema pelur dilepas gadis-gadis kami,
By: PENYAIR TAK DIKENAL
I
Dua sajak
Angin-angin merdeka menyepoi sekitarku!
Jasadku bagai kecapi, dibiar terlantar
Canggung berdiri di tengah orkes meratap,
Perlahan menggigil,
Dilupa oleh payah dan sedih, oleh derita, oleh kemestian
Aku dengarkan gemanya perlahan:
Resonator alam semesta,
Jawaban resia, hampir tak kedengaran,
Wahai keajaiban kasih!
Pucuk poon tinggi
Terharu oleh nyanyian burung-burung.
II
Silam mentari masuk kekamar,
Seekor singa merah.
Bayangannya menimpa kaca
Dan kurasa cekamnya mesra
Menyentuh kakiku telanjang.
Sku membungkuk di bawah meja,
Yang di kudusi kerja hari itu,
Dan aku lihat ia, mentari itu, mencium kakiku
Dengan lidahnya merah.
By: PANTELIS PREVELAKIS
Panorama Laut Mati
Kita serupa Laut Mati
Sekian depa di bawah muka Laut Egea
Mari bersama daku, kutunjukkan dikau panormanya:
Di laut mati
Tiada ikan
Atau rengkam atau janik
Tiada hidup
Tiada makhluk
Yang berperut
Untuk lapar
Yang makan hati
Untuk menderita.
Di sini tempatnya tuan-tuan!
Di Laut Mati
Penghinaan
Bukan dagangan
Seseorang
Yang hiraukannya.
Hati dan piker
Mengeras dalam garam
Pahit itu
Mari kedunia
Mineral.
Di sini tempatnya, tuan-tuan!
Di Laut Mati
Lawan dan kawan
Anak dan isteri
Dan ibu-bapa
Mencari mereka;
Mereka di Gomorra
Di lubuk terdalam
Amat bagia
Kerna tak usah dengar
Berita.
Dan kini kita teruskan p’lawanan kita
Sekian depa di bawah muka Laut Egea.
By: GEORGES SEVERIL
Lagu Rumani
Tanganmu telah sentuh jendelaku
Di mana angin telah menyanyi, dan kamu
Mungkin memegang mentari di tangan.
Dapun jendelaku jadi merah-muda,
Meski di saat turun dan istirahatnya
Bayangan tengah malam dijalanan.
kudamu yang tiada tandingannya
Minum di sumur lama dan terkenanglah
Aku betapa kerap kudamu dahaga;
Adapun telingaku selalu bising
Oleh derak-derik sumur di padang
Dan kudamu yang memuaskan dahaga.
Dua pisau pada ikat pinggangmu
Bicara sesamanya; yakinlah aku
Mereka tahu rahasia nasibku,
Kerna mentari meredup matanya.
Dan jauh dalam sanubariku ada
Pisau-pisau panjang nyiksa jiwaku.
By: HELENE VAVARESCO
Lagu nafas
Dengan nafas ku hirup udara
Yang rasanya berasal Provenca
Segala di sana menggirang daku
Dan tiap kudengar cakapnya merdu
Akupun ketawa, dan lantas mohon
Tiap kata diulang seratus kali,
Gitu indah terdengar olehku.
Tak pernah didengar cakap gitu manis
Di antara deras arus Rhona dan Venca
Sedari segara hingga Durensa
Adapun tak ada pojok gitu ria
Seperti di antara anak Perancis,
Tumpangan angin sambil ketawa
Yang bikin si murung suka riang.
By: PIERE VIDAL
Malam acacia
Hidup hanya punya dua tiga hari bercinta: lalu pohon gigih ini digantuni berates lebah dan bunga
Waktu malam bulan juni: jika acacia kembang dan layu
Sungai berdandan tasbih lampu-lampu dan mewangi karena perempuan-perempuan mandi
Jalan-jalan raya tiba-tiba melebar dan berikaluan sebagai salan-salon kecantikan
Titian bergantungan dan manic-manik cahaya melingkup air,
Dimana aku berlalu: taman gaib berantuk dengan pelancung;
Orang-orang pergi ketempat berjanji dengan kebun-kebun dan jalan-jalan, lapamgan-lapangan luas dan buleverda
Karena mabuk kepayang lupa aku pada lorong-lorong tua Nove Mesto
Yang dinding-dindingnya kelabu dan perkasa sekarang punya kedaulatan sebuah mahligai.
Wahai malam acacia, malam gunung dan kelembutan yang menggoda, jangan pergi,
Biarlah aku selamanya hauskan cinta dan kota Praha;
Wahai jika berakhir malam bulan juni, singkat seperti cinta dan kenikmatan tubuh.
Wahai malam acacia, jangan berlalu, sebelum kutiti semua jembatan Praha;
Tiada mencari siapapun, tidak kawan, tidak perempuan, tidak diriku sendiri;
Wahai malam yang punya jejak bakal tempuhan musim panas,
Tiada kunjung pada kerinduanku bernafas dalam rambutmu;
Permata-permatamu telah merasuki dagu, kuselami air sebagai seorang pemukat terkutuk:
Wahai dapat jugalah aku mengucapkan ,,sampai-lain-kali”
Wahai malam bulan juni,
Jika tiada sempat kita lagi berjumpa,
Hiruplah aku dalam pelukanmu, kekasihku yang malang.
By: VITEZLAV NEZVAL
Suatu nulilan
Lebih baik berbakti
Dari meminta maut untuk menyerah
Lebih baik berbakti
Dari meminta maut untuk menyerah
Biarpun tiada hentinya hati
Lancing mengajak dan mengarah
Baik menempuh derita
Biarpun tenaga hendak mengakhiri
Biar menempuh derita
Biar tenaga hendak mengakhiri
Daripada seorang dari mereka
Yang membusuk dalam kubur sendiri
Baik dalam perumahan kasih
Tertindas dan terhina
Baik dalam perumahan kasih
Tertindas dan terhina
Daripada malam kembang dan bersih
Dan tiada di petik oleh tangan manapun juga
By: VITEZLAV NEZVAL
Alangkah sepi mereka yang mati
Alangkah sepi mereka yang mati,
Kawan!
Di sini dimana orang mati sendiri.
Betapa suram mereka menjerat diri,
Pelahan,
Masuk hari penuh bencana.
Maut di sini kejam,
Kawan!
Dimana padang terlalu lapang,
Di mana langit tinggi, tinggi di luhur.
Di sini dimana kita sekelumit,
Begitu sengsara ditinggal
Di atas padang hitam
Di bawah langit,
Di mana yang satu menerjuni medan.
Yang lain diam di ambang pintu;
Dimana masuk rum,put dan padang
Jalanan lesu menuntun kita.
By: MILAN DEDINAC
Kordonu
di Kordonu di padang bata,
ibu mencari mayat anaknya.
Demi jumpa, d’atas kubur ia
Tuduk berkata pada anaknya.
O anakku, biji mata ibunda
Remajamu dulu kemana penyapnya?
Ayahmu menangis, ibumu meratap,
Semoga sudi kuburmu menyingkap,
Dan kubur tia-tiba terbuka,
Si anak bicara dengan bundanya:
Bundaku sayang, hentikan keluh,
Beban tangismu berat bagiku.
Ibu, pergilah, sudilah pulang,
Jangan kuburku ibu risaukan.
Ibu, sampaikan kepada rakyat
Supaya berjuang agar merdeka.
By: PENYAIR TAK DIKENAL
Pemuda pastisan Bosnia
Kami pemuda partisan Bosnia,
Kami cinta tanah air kami,
Kami suka rela Tito, membina
Kemerdekaan ibu pertiwi.
Hutan kami tempuh, senja di tangan,
Bedil: ibu kami, hutan: rumah kami,
Rentak tembakan tak pernah seindah
Yang dilepas pemuda partisan.
Indah dari nyanyi burung: swara miitrayur.
Kema pelur dilepas gadis-gadis kami,
By: PENYAIR TAK DIKENAL
I
Dua sajak
Angin-angin merdeka menyepoi sekitarku!
Jasadku bagai kecapi, dibiar terlantar
Canggung berdiri di tengah orkes meratap,
Perlahan menggigil,
Dilupa oleh payah dan sedih, oleh derita, oleh kemestian
Aku dengarkan gemanya perlahan:
Resonator alam semesta,
Jawaban resia, hampir tak kedengaran,
Wahai keajaiban kasih!
Pucuk poon tinggi
Terharu oleh nyanyian burung-burung.
II
Silam mentari masuk kekamar,
Seekor singa merah.
Bayangannya menimpa kaca
Dan kurasa cekamnya mesra
Menyentuh kakiku telanjang.
Sku membungkuk di bawah meja,
Yang di kudusi kerja hari itu,
Dan aku lihat ia, mentari itu, mencium kakiku
Dengan lidahnya merah.
By: PANTELIS PREVELAKIS
Panorama Laut Mati
Kita serupa Laut Mati
Sekian depa di bawah muka Laut Egea
Mari bersama daku, kutunjukkan dikau panormanya:
Di laut mati
Tiada ikan
Atau rengkam atau janik
Tiada hidup
Tiada makhluk
Yang berperut
Untuk lapar
Yang makan hati
Untuk menderita.
Di sini tempatnya tuan-tuan!
Di Laut Mati
Penghinaan
Bukan dagangan
Seseorang
Yang hiraukannya.
Hati dan piker
Mengeras dalam garam
Pahit itu
Mari kedunia
Mineral.
Di sini tempatnya, tuan-tuan!
Di Laut Mati
Lawan dan kawan
Anak dan isteri
Dan ibu-bapa
Mencari mereka;
Mereka di Gomorra
Di lubuk terdalam
Amat bagia
Kerna tak usah dengar
Berita.
Dan kini kita teruskan p’lawanan kita
Sekian depa di bawah muka Laut Egea.
By: GEORGES SEVERIL
Lagu Rumani
Tanganmu telah sentuh jendelaku
Di mana angin telah menyanyi, dan kamu
Mungkin memegang mentari di tangan.
Dapun jendelaku jadi merah-muda,
Meski di saat turun dan istirahatnya
Bayangan tengah malam dijalanan.
kudamu yang tiada tandingannya
Minum di sumur lama dan terkenanglah
Aku betapa kerap kudamu dahaga;
Adapun telingaku selalu bising
Oleh derak-derik sumur di padang
Dan kudamu yang memuaskan dahaga.
Dua pisau pada ikat pinggangmu
Bicara sesamanya; yakinlah aku
Mereka tahu rahasia nasibku,
Kerna mentari meredup matanya.
Dan jauh dalam sanubariku ada
Pisau-pisau panjang nyiksa jiwaku.
By: HELENE VAVARESCO
Lagu nafas
Dengan nafas ku hirup udara
Yang rasanya berasal Provenca
Segala di sana menggirang daku
Dan tiap kudengar cakapnya merdu
Akupun ketawa, dan lantas mohon
Tiap kata diulang seratus kali,
Gitu indah terdengar olehku.
Tak pernah didengar cakap gitu manis
Di antara deras arus Rhona dan Venca
Sedari segara hingga Durensa
Adapun tak ada pojok gitu ria
Seperti di antara anak Perancis,
Tumpangan angin sambil ketawa
Yang bikin si murung suka riang.
By: PIERE VIDAL
Advertisement