AKU ORANG TROPIK SEKARANG
Bisnis Investasi
Jumat, 15 Februari 2013
Puisi Lingkungan,
Puisi Pendidikan,
Puisi Perang,
Puisi Perdamaian,
Puisi Politik,
Puisi Terbaru,
Top Puisi
Edit
AKU ORANG TROPIK SEKARANG
Kita harus mencintai matahari sekarang
Tomat – tomat yang merah
Kelinc – kelinci
Serta mata Aini yang manis
Setelah turun – temurun kulit kita coklat
Kita jadi bersikap negatif terhadap matahari
Ia telah terlalu memanjakan kita, kata Andrea
Membuatkan kita tanah – tanah yang subur dengan hujan
Dan membikin kita jadi suka nganggur :
Padi – padi alam
Sapi –sapi di padang
Sekarang kita harus mencintai matahari
Dengan cara kita sendiri tapi
Kita telah terlalu lekat dengan malam
Serta memabukkan diri dalam sejuknya
Padahal terhadap orang – orang kulit putih dari Eropa
Kita toh melirikkan mata
Kita harus berhasil membuat alat- alt dapur, mesin tenun
Yang digerakkan denan matahari
Untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan kita,
Di samping unit- init nuclear
Untuk memenuhi hasrat berpengetahuan kita
Tetapi toh jangan berkata:
Kita ganti saja matahari
Dengan satelit – sateli dan sinar- sinar ultra-
Supaya siang tiada terik,
Dan kulit kita jadi putih,
Da kita jadi makin ekatan bekerja
Sejarah generasi sekarang
Tidak sudi lagi mimpi- mimpi beginian
Karena itulah justru asalah terbesar negeri ini
Kita harus mencintai matahari sekarang
Dengan keharusan sejarah, dalam kodrat
Karena generasi demi generasi toh bangun olehnya
TLAH MENYELINAP KECEMASAN
Tlah menyelinap kecemasan
Diantara gerbong- gerbong tua
Dan pohonan kenari yang perkasa
- Sebuah malam dengan gerimis
Serta lampu yang temaram
Batang – batan lindap
- Kecemasan bagai bayang – bayang menyelinap
- Hei, siapa yang bersembunyi disitu?
Gerimis dalam malam biru
Riwis di jiwaku
Kecemasan macam apa pula
Yang merebak dalam batinku?
Kesangsian akan akhlak
Dalam ekonmi yang runyam ini
Lenyap, ke mana?
Tapi enapa benar
Kecemasan itu
Mesti menyelinap pula dalam diriku
Wahai, tanganku melambai, menggapai
Tak berdaya kepa – Mu
ABSRAKSI MAINAN LAKI- LAKI
Batang – batang baja yang kukuh meninggi
Dalam wujud menara – menara televisi
Para serdadu itu menderap dalam mars kemenangan
- Revolusi ini berubah jadi medan peperangan
Tetapi pun daunnya yang jatuh
Atau kucing yang kedinginan
Maka begitulah sesungguhnya kami ini
Dalam deru semangat
Dalam pikiran – pikiran cemerlang
Dalam perasaan – perasaan tulus
Seia dalam semua persoaln
- Bernyanyi waktu perang menjelang.
Tiada lagi kami biarkan
Tangan – tangan jahat yang perkasa
Menulikan kami akan lonceng – lonceng surgawi
Sebab memang begitlah sesungguhnya kami ini.
Kita harus mencintai matahari sekarang
Tomat – tomat yang merah
Kelinc – kelinci
Serta mata Aini yang manis
Setelah turun – temurun kulit kita coklat
Kita jadi bersikap negatif terhadap matahari
Ia telah terlalu memanjakan kita, kata Andrea
Membuatkan kita tanah – tanah yang subur dengan hujan
Dan membikin kita jadi suka nganggur :
Padi – padi alam
Sapi –sapi di padang
Sekarang kita harus mencintai matahari
Dengan cara kita sendiri tapi
Kita telah terlalu lekat dengan malam
Serta memabukkan diri dalam sejuknya
Padahal terhadap orang – orang kulit putih dari Eropa
Kita toh melirikkan mata
Kita harus berhasil membuat alat- alt dapur, mesin tenun
Yang digerakkan denan matahari
Untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan kita,
Di samping unit- init nuclear
Untuk memenuhi hasrat berpengetahuan kita
Tetapi toh jangan berkata:
Kita ganti saja matahari
Dengan satelit – sateli dan sinar- sinar ultra-
Supaya siang tiada terik,
Dan kulit kita jadi putih,
Da kita jadi makin ekatan bekerja
Sejarah generasi sekarang
Tidak sudi lagi mimpi- mimpi beginian
Karena itulah justru asalah terbesar negeri ini
Kita harus mencintai matahari sekarang
Dengan keharusan sejarah, dalam kodrat
Karena generasi demi generasi toh bangun olehnya
TLAH MENYELINAP KECEMASAN
Tlah menyelinap kecemasan
Diantara gerbong- gerbong tua
Dan pohonan kenari yang perkasa
- Sebuah malam dengan gerimis
Serta lampu yang temaram
Batang – batan lindap
- Kecemasan bagai bayang – bayang menyelinap
- Hei, siapa yang bersembunyi disitu?
Gerimis dalam malam biru
Riwis di jiwaku
Kecemasan macam apa pula
Yang merebak dalam batinku?
Kesangsian akan akhlak
Dalam ekonmi yang runyam ini
Lenyap, ke mana?
Tapi enapa benar
Kecemasan itu
Mesti menyelinap pula dalam diriku
Wahai, tanganku melambai, menggapai
Tak berdaya kepa – Mu
ABSRAKSI MAINAN LAKI- LAKI
Batang – batang baja yang kukuh meninggi
Dalam wujud menara – menara televisi
Para serdadu itu menderap dalam mars kemenangan
- Revolusi ini berubah jadi medan peperangan
Tetapi pun daunnya yang jatuh
Atau kucing yang kedinginan
Maka begitulah sesungguhnya kami ini
Dalam deru semangat
Dalam pikiran – pikiran cemerlang
Dalam perasaan – perasaan tulus
Seia dalam semua persoaln
- Bernyanyi waktu perang menjelang.
Tiada lagi kami biarkan
Tangan – tangan jahat yang perkasa
Menulikan kami akan lonceng – lonceng surgawi
Sebab memang begitlah sesungguhnya kami ini.
Advertisement